Betapa semua itu Relatif

Teori Relativitas yang ditulis oleh Albert Einstein pada tahun 1905 menyebutkan bahwa relativitas khusus adalah:

menunjukkan bahwa jika dua pengamat berada dalam kerangka acuan lembam dan bergerak dengan kecepatan sama relatif terhadap pengamat lain, maka kedua pengamat tersebut tidak dapat melakukan percobaan untuk menentukan apakah mereka bergerak atau diam. Bayangkan ini seperti saat Anda berada di dalam sebuah kapal selam yang bergerak dengan kecepatan tetap. Anda tidak akan dapat mengatakan apakah kapal selam tengah bergerak atau diam. Teori relativitas khusus disandarkan pada postulat bahwa kecepatan cahaya akan sama terhadap semua pengamat yang berada dalam kerangka acuan lembam (Wikipedia, 2012, http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_relativitas )

TAPI, kita tidak akan membahas mengenai teorinya si Einstein itu. Karena walau ditulis dengan gaya bahasa yang paling sederhana sekalipun, kok aku tetep nggak paham yaaa…. Yang paling aku mengerti adalah adanya ungkapan: “semua itu relatif”.

Okay kalau gitu, mendingan cari pendekatan lain, relatif kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, http://kamusbahasaindonesia.org) artinya adalah tidak mutlak atau nisbi. Sedangkan nisbi artinya: “hanya terlihat (pasti; terukur) kalau dibandingkan dng yg lain; dapat begini atau begitu; bergantung kpd orang yg memandang“.

Jadi relatif menurutku adalah sesuatu yang tidak pasti dan tergantung pada orang yang melihatnya. Bahkan meskipun bukan orang lain yang melihat…diri sendiri melihat suatu yang sama bisa jadi beda pada saat yang berbeda. Mau contoh?

Beberapa waktu yang lalu, aku beli kacamata karena kacamataku patah. Pada saat kacamata yang lama masih dipakai, misua selalu bilang kalau kacamataku miring. Orang ngeliatnya jadi risih karena kan keliatan jelas kalau kacamata miring jadi nggak sejajar sama alis. Ketika aku berusaha ngelurusin, aku justru merasa kacamata itu jadi miring dan aku akan berusaha meluruskan lagi dan orang lain akan melihatnya jadi miring (lagi) dan begitu terus….

Sekarang ketika kacamata baru udah nangkring, dan posisi normal alias lurus, aku merasa tersiksa. Karena menurutku kacamata ini miriiiinggg!!! aku pengen ngelurusin tapi aku berusaha bertahan. Karena aku nggak pengen aku mengikuti kebiasaan yang salah. Ketika menyimpang itu jadi kebiasaan, maka yang menyimpang itu jadi benar.

Menurutku, inilah salah satu contoh dari teori relativitas itu. Dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita pertama melakukan hal yang menyimpang dari aturan maka akan terasa salah. Ketika hal itu dilakukan berulang-ulang, maka yang benar lah yang terasa dan terlihat salah.

Contoh lain?

Ada seorang temanku yang selama ini tinggal di kota Jakarta, tepatnya di daerah kampung rambutan. Dari kecil dia tinggal disana. Selama ini dia selalu menyukai hal-hal yang natural dan alami, seperti halnya pedesaan dan kampung-kampung. Kalau mempertimbangkan latar belakangnya yang tinggal di kota dan jarang melihat suasana alami, maka sangat wajar dia melontarkan kata-kata bahwa hidup di kampung itu adalah suatu kemewahan tersendiri. Hal ini jadi sangat berbeda dengan nilai kewajaran yang beredar yang mengatakan bahwa kampung itu adalah suatu yang inferior dan kota adalah suatu lebih superior. Terlepas benar atau salah (sekali lagi, kita bicara tentang relativitas, tidak ada yang benar atau salah), maka pernyataan temenku itu jadi terasa ‘menyimpang’ (bukan dalam arti negatif).

Hal yang paling mengerikan adalah ketika membicarakan penyimpangan ini di lingkungan masyarakat atau kerja. Kebayang nggak sih, betapa menakutkan ketika pada suatu titik, sesuatu yang menyimpang atau salah itu menjadi kebiasaan dan dibenarkan. Ketika akhirnya kebenaran itu justru menjadi salah. Mungkin sekarang kita sudah sampai pada titik ini. Tapi semoga kesadaran akan hal ini, dapat mengembalikan kesadaran bahwa KEBENARAN ITU HARUSNYA MUTLAK!

You Might Also Like

0 Comments

  1. tttomiii

    Berangkat dari sekedar obrolan ringan di tengah kemacetan Jakarta. Nice point of you, dik.. Keep on writing ! (menyalip di tikungan ni sepertinya haha..)

  2. Seri Julia: Antara Kampung, Ember dan Ikan « Dunia AjAiB

    […] dari pengalaman dan teori relativitas, akhirnya kita ngobrol secara […]

Leave a Reply