Uncategorized

Mini Trip Rute Jawa Barat [Part 1: Cianjur dan Gunung Padang]

Akhirnya berhasil mencuri cuti di awal tahun untuk melakukan mini trip ke Jawa Barat. Kenapa Jawa Barat? Karena kalau nge-trip ke Bali, cutinya harus lebih lama. Cuti 2 hari plus weekend memang harus bikin plan yang menarik.

Trip ini cuma berdua dan kami mulai dari Rabu malam pulang kantor. Kami berprinsip trip dimulai sejak persiapan, jadi apapun yang terjadi ya harus dibuat enjoy. Termasuk agenda pulang kantor yang konon rencananya langsung cus, ternyata pakai mandi dulu, cari makan dulu, isi bensin dulu, dan lainnya hahahha… Termasuk ambil duit di atm dan beli minum. It’s okay, begitulah enaknya nge-trip sendiri. Bebas.

Tujuan pertama kami adalah kota Cianjur. Rencananya kami ingin ngelihat Gunung Padang pagi-pagi, situs megalithikum yang akhir-akhir ini memang menarik perhatian kami. Kami berangkat lewat tol Jagorawi ke arah puncak. Tentu saja, stop by di Puncak juga jadi tujuan kami lho, menikmati sate kelinci dan jagung bakar di hawa yang dingin. Nah sekarang udah mulai terasa healing trip-nya hahaha…

Jagung bakar dan sate kelinci, plus milo panas.

Lalu, kami lanjut ke hotel yang agak unik. Namanya Shine BnB dan pilih kamar dengan model bed di atas. Kamarnya kecil dan unik, cenderung minimalis. Di sini numpang tidur aja, karena pagi-paginya kami langsung cabut dari hotel.

Shine BnB
Bed-nya di atas, di bawah ada ruang santai dan tv.
Minimalis dan compact

Eh iya, jalan-jalan dulu dong di kota Cianjurnya dan menikmati sarapan bubur ayam legendaris. Bubur ayamnya emang enakkkk. Cianjur sepertinya memang bangga dengan bubur ayam-nya, karena di mana-mana ada penjual bubur ayam hahaha..

Mungkin karena salah satu komoditas unggulan Cianjur adalah beras pandan wanginya ya. Beras pandan wangi ini memiliki indikasi geografis, yang artinya hanya bisa ditanam di Cianjur untuk mendapatkan kualitas yang maksimal. Pantesan ya buburnya enak…

Suasana kota Cianjur.
Bomero Citywalk, tempat bubur legendaris.
Bubur ayam SAMPURNA Cianjur.

Nggak ketinggalan beli berasnya juga. Salah satu tujuan mini trips ini memang beli-beli produk lokal hehehe… Yang pertama beli beras wangi. Eh kok beras wangi? Iya, tadinya kami mau beli beras pandan wangi yang sudah memiliki indikasi geografis, bener-bener original, tapi sayangnya baru habis, dan adanya beras ‘pandan’ wangi dengan merk beras wangi.

Oya, kami belinya memang langsung di gudang SRG. Akhirnya kami bawa pulang beberapa plastik beras wangi kemasan 5 kg. Percaya ga percaya, tapi mobil kami jadi wangi pandan lho. Pengharum mobil alami tuh ya gini hahaha….

Gunung Padang

Lanjut perjalanan langsung ke Gunung Padang. Banyak sekali yang bisa diceritakan dari Gunung Padang. Sayangnya, aku ngerasa kurang referensi kalau harus menceritakan lagi sejarah Gunung Padang. Jadi aku hanya akan memberikan sedikit latar belakang dan apa yang kutemukan di lokasi ya.

Situs Gunung Padang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat. Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan CampakaKabupaten Cianjur. Luas kompleks utamanya kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara. [Diambil dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Situs_Gunung_Padang]

Hamparan batu di Gunung Padang yang berjumlah sekitar 50.000 blok.

Nah, yang bikin Gunung Padang ini begitu menarik hingga kami merasa ingin mendatangi langsung adalah karena berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, ada kemungkinan Gunung Padang ini merupakan peradaban pertama dan tertinggi. Batu-batu yang disusun di Gunung Padang dibentuk secara sengaja dan diperkirakan memiliki umur 13.000 tahun.

Kalau ini benar, ya berarti peta peradaban umat manusia yang selama ini diyakini akan berubah total. Selain itu, susunan batu, bentuk batu, dan arsitektur di Gunung Padang juga menunjukkan kalau peradaban saat itu sudah cukup tinggi. [Baca: https://www.voaindonesia.com/a/temuan-situs-gunung-padang-bisa-ubah-peta-peradaban-dunia/1673435.html]

Bentuknya segi lima.

Yang sangat menarik adalah batu-batu berserakan ini bukan sekedar batu hasil muntahan gunung berapi, tapi merupakan batu yang sengaja di bentuk segi lima untuk membangun sebuah struktur bangunan tertentu. Batu ini jumlahnya hingga 50.000 buah dan disusun dengan teknologi arsitektur yang cukup tinggi. Termasuk membungkus lereng berteras (dinding bukit) yang kalau di gali ada pencitraan bahwa susunan batu tersebut hingga ke bawah tanah.

Batu-batu itu disusun secara horizontal dengan jarak penempelan (semacam semen) sekitar 5 cm, dan konsisten banget di seluruh susunan batunya. Bahkan menurut penelitian, terdapat kehampaan ruangan di bawah tanah, yang artinya ada ruang kosong yang ada di bawah tersebut, setidaknya 3 atau 4 ruangan dengan besar yang berbeda-beda [tonton netflix deh, yang judulnya ancient apocalypse]

Lereng dinding yang disusun dari batu berstuktur.

Terlepas dari sejarah dan penelitian, perjuanganku naik ke situs Gunung Padang ini cukup berat hahaha.. Jadi, untuk sampai di area atas, terdapat 3 cara. Cara pertama, menggunakan tangga asli yang cukup, eh sangat, menanjak tapi memiliki jarak ‘hanya’ 175 meter. Cara kedua, menggunakan tangga yang sengaja dibuat lebih landai, namun memiliki jarak 350 meter. Cara ketiga, sewa ojek motor hahahaa.. Beneran, bisa kok. Ada jalan tembus langsung ke bagian paling atas.

Pilih mana?

Nah, aku memilih jalan yang meskipun menyakitkan tapi kuharapkan hanya sebentar, alias cara pertama. Dengan badanku yang memiliki gaya gravitasi tinggi (alias berat wkwkwkk), maka tangga ini cukup menyiksaku haha… Aku butuh lebih dari 10 kali istirahat hanya untuk 175 meter. Yang berat, jarak ketinggian batu kadang tidak sama dan semakin ke atas, semakin tremor rasanya kaki ini, padahal aku udah ga mau lihat ke arah bawah lho.

Aku pilih yang menanjak, biar lebih cepat kelar hahaha…

Pelan-pelan, sedikit demi sedikit, akhirnya sampailah di teras pertama. Gunung Padang ini memiliki 5 teras, seperti punden berundak. Teras pertama ini paling luas dan ditemukan paling banyak bebatuan. Di sini aku langsung betah lho, karena suasananya adem dan semilir.

Ada angin yang sepoi-sepoi yang bikin perjuangan naik tangga tadi langsung dibayar tunai hahaha.. Pemandangan dari atas sini juga sangat lapang, bisa melihat langsung Gunung Gede Pangrango yang terletak di seberang Gunung Padang. Sekarang saatnya fokus mendengarkan penjelasan bapak guide ya.

Di teras satu ini ada yang disebut batu gamelan. Kenapa? Karena kalau dipukul-pukul menggunakan tangan, batu ini memiliki suara unik. Berbeda dengan batu lainnya yang tidak ada suara khusus. Batu gamelan ini seakan-akan memiliki rongga di bagian dalamnya dan memiliki kandungan logam, sehingga ada gema ketika dipukul. Lokasi batu gamelan ini pun seperti ada di tengah-tengah panggung untuk pertunjukan atau disebut sebagai ruang kesenian.

Batu gamelan yang mengandung logam sehingga memiliki bunyi kalau dipukul pakai tangan.

Di teras ini juga terletak gunung masigit, yaitu sekumpulan batu yang tersusun seperti bukit dengan dua buah batu vertikal yang membentuk seperti pintu.

Teras kedua, ada yang disebut sebagai Mahkota Dunia dengan batu di tengahnya adalah Ki Menyan. Nah pada teras ini ada struktur yang seperti membentuk jalur untuk menuju teras ketiga. Di teras kedua ini ada yang disebut sebagai batu duduk karena bentuknya horizontal dan memang seperti tempat duduk. Di sini juga ada yang disebut batu tapak macam.

Teras kedua dengan pohon Ki Menyan.
Batu Tapak Macan

Pada teras ketiga, memiliki sebaran batu kolom yang lebih banyak, termasuk dua batu besar yang sepertinya merupakan pintu masuk menuju teras keempat. Di sini juga ada batu tapak kujang, karena ada bekas di batu yang bentuknya seperti senjata tradisional sunda, kujang.

Tapak Kujang

Teras keempat areanya seperti memiliki denah yang lebih jelas dibandingkan dengan teras kedua. Yang menarik ada batu besar yang dibilang sebagai batu gendong atau batu kanuragan yang dikeliling oleh batu vertikal dan di sisi sebelahnya semacam ada tempat penonton. Batunya sampai diikat karena konon suka ada yang iseng mencoba mengangkat batunya hihihi.. Padahal merusak situs alam itu dendanya besar loh. Di teras keempat, sebaran batunya nampak lebih teratur dan tidak sebanyak di teras sebelumnya.

Batu Kanuragan
Teras keempat yang lebih sedikit struktur batunya.

Di teras kelima ini merupakan teras yang paling tinggi. Yang paling menonjol dari teras terakhir ini adalah adanya batu singgasana, yaitu batu dengan struktur bujursangkar yang kalau kita duduk di situ, kita bisa melihat gunung gede secara jelas. Di teras ini memang paling sering digunakan untuk ritual atau semedi.

Singgasana
Perspektif dari singgasana. Gunung Gede ketutup pohon hihihi…

Setelah dari Gunung Padang, rasanya semakin penasaran dengan jaman prasejarah. Dari bukti-bukti hasil penelitian, memang Gunung Padang ini nampak memiliki teknologi yang tinggi. Dulu kala, permukaan air laut lebih rendah sekitar 120 meter, sehingga banyak sekali peradaban yang seperti terkubur.

Dan yang lebih menarik adalah, dulu dataran Jawa, Kalimantan, Sumatra, mostly area Asia Tenggara, merupakan satu wilayah utuh yang disebut sebagai Sundaland. Hmmm… menarik ya… Yuks lah kepoin lagi sejarah-sejarah ini.

Next tulisan akan bahas satu lokasi hidden gem-nya Cianjur. Hampir saja aku ga mau ikut, untungnya ikut karena ternyata secantik itu.

Baca Part 2 di sini.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *